Matahari selama ini selalu memancarkan cahaya, tapi tahukah Anda bahwa bintang terbesar di Galaksi Bimasakti itu ternyata punya sisi gelap. Baru-baru ini, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) menemukan dua lubang, satu besar dan satu kecil, di permukaan Matahari yang terlihat gelap.
Lubang besar yang terlihat di 'kutub' selatan Matahari, menutup 6-8 persen dari total permukaan Matahari. Atau memiliki luas 142 miliar mil, yang menurut ilmuwan adalah lubang terbesar yang pernah ditemukan dalam beberapa dekade terakhir. Sementara lubang kecil dengan bentuknya yang panjang dan sempit, mencakup 3,8 miliar mil atau hanya 0,16 persen.
"Area di lubang di Matahari itu memiliki kerapatan dan temperatur lebih rendah dari atmosfer terluar Matahari atau disebut corona," kata ilmuwan NASA seperti dikutip dari laman Dailymail, Senin, 23 Maret 2015. Begitu corona ini meledak, ia akan melepaskan partikel dan medan magnet yang tidak kembali ke permukaan tapi keluar dari Matahari yang dikenal sebagai badai Matahari.
Badai ini akan menembus angkasa dan menerjang setiap benda angkasa yang dilewatinya, termasuk Bumi. Namun karena punya pelindung berupa atmosfer, Bumi bisa menangkalnya. Jika sampai menyelimuti Bumi, badai Matahari akan menginduksi lonjakan besar arus listrik di tanah dan di jalur transmisi, menyebabkan listrik padam secara luas dan komponen listrik rusak.
Badai itu akan mengacaukan sistem komunikasi dan pasokan listrik, melumpuhkan layanan penting seperti transportasi, sanitasi dan kesehatan. Badai Matahari yang keluar bisa mencapai kecepatan 400 km per detik. Badai ini merupakan fitur dari Matahari. Namun jika lubang koronal muncul, badai Matahari bisa mencapai kecepatan 800 km per detik.
Lubang koronal pertama kali terlihat pada gambar yang diambil oleh astronot di stasiun ruang angkasa NASA Skylab pada tahun 1973 dan 1974. Lubang ini bisa dilihat untuk waktu yang lama, meskipun bentuknya berubah sepanjang waktu. Lubang koronal itu sendiri bisa tetap terlihat selama lima tahun atau lebih.
Tags:
Berita Terupdate